Kamis, 22 Desember 2011

Semua Pasti Merasakan

Pada hari itu, Nenek tua yang lebih dikenal sebagai pensiunan guru TK itu sedang menghabiskan waktu paginya diatas dipan depan rumahnya. Ia memandang jauh ke luar, tatapannya yang kosong seakan-akan menggambarkan suatu beban dalam dirinya. Penyakit stroke yang menyerang sebagian dari tubuhnya, membuat dirinya tak ada yang bisa diperbuat, selain duduk, makan, dan tersenyum sambil melihat 1 cucu laki-lakinya. 
Nenek tua itu tinggal bersama anak laki-laki tunggalnya yang sudah berusia 30 tahunan dan sudah beristri, serta mempunyai 1 anak. Anak tunggalnya itu, bekerja sebagai kepala staf di suatu perusahaan megah di kota itu. ia adalah anak yang rajin dan berbakti kepada orang tua, namun, semenjak ia di sibukan oleh pekerjaannya dan semenjak ia beristri, ia sudah tidak mau menganggap dan menghabiskan waktunya untuk mengobrol atau menyapa ibunya lagi. Bahkan, mengajaknya untuk makan bersama di meja makan pun, ia seringkali enggan. Entah apa yang menjadi alasannya, namun itu memanglah terjadi. 
    Setiap hari, nenek itu hanya diberi makan 1 kali dalam sehari oleh menantunya, dan ia tidak pernah mengeluh kepada anaknya terhadap apa yang telah menantunya perbuat. Nenek hanya bisa sabar dan menerima keadaan itu, meskipun keadaan itu membuat air matanya terjatuh. 
Setiap kali ia makan, ia selalu terpisah. Tanpa Anak kandungnya, tanpa menantunya, dan tanpa cucunya yang baru berusia 6 tahun. Nenek itu pun mencoba sabar dan tabah, nasi putih dan 1 tempe, itu yang menjadi hidangannya setiap hari. Meskipun gaji anaknya mencapai 3jt dalam 1 bulan, nenek tidak pernah mencicipi menu-menu lain selain itu. Meski begitu, nenek tetap menghabiskan hidangan itu, dan ia tetap bersyukur bahwa anaknya masih bisa menerimanya dan memberinya makan. Cucuran air matanya selalu mengiringi suapan tangannya kedalam mulutnya. Betapa tidak, Jerih payahnya seakan tak pernah dihargai oleh sang anak. Anaknya lebih mencintai istrinya dibandingkan ibunya sendri. Selepas makan, ia seringkali dicaci dan dimaki oleh menantunya. Tangannya yang sudah tua dan bergemetar ternyata membuat piring itu terjatuh pada saat akan disimpan ke meja kembali. Lagi-lagi nenek itu pun tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis, selain mendengarkan ocehan dan makian dari sang menantu.
    Pada suatu hari, nenek tua itupun mulai memikirkan, bagaimana agar menantunya tidak lagi memakinya dan kerepotan terhadapnya. Ia memakai kursi rodanya pun kemudian pergi ke gudang belkang rumahnya. apa yang ia cari ? Ia mencari serpihan-serpihan kayu tebal. untuk apa? Sepulang dari gudang, nenek itupun membuat sebuah piring dari kayu itu, ia memanfaatkan setengah dari organ dan tenaganya untuk membuat itu. di atas kursi rodanya itu pun, ia ternyata mampu menciptakan piring itu. Dengan senyum, ia merasa bangga bahwa nanti, ia tidak akan lagi merepotkan anak dan menantunya untuk membereskan serpihan piring yang terjatuh karena dirinya lagi. Sejak itulah, sang nenek memakai piring kayu itu sebagai alas makanannya . Ia merasa tidak khawatir ketika piring itu terjatuh dari tangannya, karena piring itu tidak akan pecah. Sejak itulah menantunya tidak pernah mempersoalkan ttg piring lagi kepada sang nenek.
Hari-hari berikutnya, sang nenek pun jatuh sakit. Tidak ada yang mau ia makan, badannya sangat panas, dan batuk pun mulai menyerang tubuhnya. Ia hanya berbaring di tempat tidur dengan tatapannya yang kosong. Pagi itu, anaknya tidak lagi melihat ibunya duduk diatas dipan sambil memandang halaman. Ia hanya melihat anaknya sedang bermain sambil membuat sesuatu. ia pun bertanya ? " apa yang sedang kau perbuat anakku? bolehkah ayah melihatnya ?", "tentu ayah, ini 2 piring kayu persis seperti punya nenek." jawab anaknya. "untuk apa kau buat itu? piring di dapur masih bisa kita pergunakan untuk makan, nenek menggunakan piring kayu, karena ia tidak mampu lagi untuk memegangnya" tanya ayahnya kembali, "ini piring kayu untuk ayah dan ibu jika nanti ayah dan ibu sudah seperti nenek! bukankah ayah dan ibu akan tua ?" jawab anaknya dengan polos. Ayahnya yang berdiri gagah itupun kemudian duduk di atas dipan yang seringkali ibunya du2k disana. ia mengelus dipan tersebut sambil melihat anaknya yang asyik merapikan serpihan kayu. Ia pun teringat akan semua dosa-dosanya dan bermaksud untuk meminta maaf kepada ibunya. Kemudian ia pun pergi ke kamar ibunya dan melihat ibunya sedang terbaring. Dengan penuh rasa berat, ia pun membangunkannya, "bu.. " begitulah ia membangunnkannya. Pada saat ia memegang tangan kanan ibunya, ia meraskan hal yang berbeda. Tanpa suara, tanpa gerakan, tangan itupun terkulai lemas. ternyata.. Ia sudah terlambat.!! Ibunya yang biasa tersenyum, biasa menyembunyikan kesedihannya itupun kini sudah pergi untuk selamanya. Anak laki-laki itu pun tidak kuat lagi menahan tangisnya. Betapa tidak ? ia ternyata belum mampu membalas semua jasa ibunya yang sudah berkorban terhadapnya. Ia belum sempat meminta maaf. Ia pun merasa bersalah. Berhari-hari ia seringkali bermimpi aneh tentang ibunya. Sampai ia pun terjatuh sakit. Istrinya yang nusyuz itu, perlahan-lahan menelantarkannya dna meninggalkannya. Ia hanya diurus oleh seorang pembantu, dan kekayaannya pun berangsur-angsur merosot jumlahya.
Begitulah cerita seorang anak yang merasa terpukul atas apa yang telah ia perbuat kepada ibunya semasa ibunya hidup. HARTA bukanlah penjamin segalanya, KASIH SAYANG DAN CINTA hanya mampu dibalas dengan KASIH SAYANG DAN CINTA lagi, tidak dengan harta. Seorang ibu, hanya membutuhkan ketulusan seorang anak. Hanya ingin dihargai oleh tutur kata yang lembut dan tingkah yg baik anaknya. Bukan cuma sekedar uang. Rasa Hormat itulah yang ia inginkan ! Di hari ibu ini, mari kita tingkatkan rasa kasih kita kepada ibu !



0 komentar:

Posting Komentar